Selasa, 11 Desember 2012

MENGINAP DI YOGYAKARTA II

     Setelah semua informasi yang akan medukung perjalanan kami ke Yogya lengkap, tindakan riil pertama yang aku lakukan sebagai ketua rombongan (ehem... :P) adalah menyusun jadwal... :D. Menyusun jadwal dalam sebuah perjalanan tidak kalah pentingnya dengan menyiapkan akomodasi, kenapa penting, karena dengan jadwal yang terorganisir rapi, kami tidak perlu lagi mikir mau apa, gimana, ke mana, pake apa, jam berapa, berapa lama dan ngapain saat sudah berada di lokasi, satu lagi yang paling penting dari jadwal perjalanan adalah kekompakan peserta saat akan berangkat, di tempat lokasi sampai saat persiapan pulang. Kami jadi nggak perlu lagi pusing - pusing ribut menentukan semua itu, karena sudah sesuai jadwal yang disepakati sebelum hari keberangkatan, beruntung pesertanya cuma satu hihihi...:D

 
Seperti ini kronologis dan perkiraan biaya awal


Jadwal Yogya 2012


       Setelah membuat jadwal tentunya merapatkan jadwal yang sudah dibuat dengan peserta rombongan untuk mencapai kesepakatan... mungkin saja ada yang diubah atau gimana...:D. Yap jadwal sudah disepakati... Sekarang saatnya menyiapkan akomodasi cihuuuyyy.... :D. Untuk pemesanan tiket bus malam, kami langsung datang ke agennya di Terminal Arjosari, beruntung untuk pemberangkatan tanggal 27 Mei masih kosong, jadi kami bisa memilih tempat duduk di depan sendiri... :D. Setelah itu memesan hotel via telephone, nah ini yang agak sulit. Awalnya aku menghubungi Hotel Merbabu untuk cek tipe kamar yang kosong, fasilitas dan harga. Kami bandingkan lagi dengan Hotel Karunia yang ternyata menyediakan kamar yang lebih murah (di sini harga paling murah Rp 100.000 dengan kamar mandi luar) dan terakhir kami cek di Hotel Oryza (sayang hotel ini sudah penuh) akhirnya kami hubungi lagi Hotel Merbabu (lokasinya paling dekat dengan Jl Malioboro jadi jalannya gak kejauhan juga dari halte Trans Jogja) Pemesanan ini kami lakukan dua hari sebelum keberangkatan.


Penampakan bus P.O ZENA Malang - Yogya yang kami gunakan :D


Hotel Merbabu tampak depan :D (sederhana sekali)

      Akomodasi siap, kronologis siap, jadwal siap, dana siap saatnya menyiapkan diri untuk implementasi di entri berikutnya... :D

Selasa, 04 Desember 2012

MENGINAP DI YOGYAKARTA I

      Ini perjalananku yang pertama dengan tema berpetualang, kenapa aku sebut berpetualang karena memang perjalanan ini aku lakukan mandiri tanpa menyewa jasa travel dan paket tour wisata. Awalnya aku dan beberapa temanku merencanakan perjalanan wisata sebelum memasuki masa profesi dan pilihannya jatuh ke Yogyakarta. Sejak tiga bulan sebelumnya aku mencari informasi tentang akomodasi dan jumlah biaya yang kami perlukan untuk melakukan perjalanan ke sana. Dimulailah kegiatan rutinku sejak itu yaitu browsing... :) browsing bukanlah hal yang mudah khususnya di tempatku, entah kenapa sinyalnya lambat sekali padahal di tengah kota lho. Dimulai dari mencari informasi hotel murah, transportasi selama di sana, profil tempat wisata yang akan dikunjungi (mengingat di sana banyak sekali pilihan tujuan wisata), transportasi pulang pergi dari Malang ke Yogya dan sebagainya. Memang ribet banget dan butuh waktu lumayan lama untuk mempersiapkan perjalanan kali ini, belum lagi waktu itu aku juga direpotkan dengan ujian - ujian perbaikan di kampus -_- tapi disinilah serunya :).
       Di tengah jalan nggak disangka banyak temanku yang tadinya ikut meramaikan acara ini malah mundur hingga tinggal berdua! Tapi karena sudah kepalang tanggung akhirnya rencana tetap dilanjutkan. Ternyata memang dalam perjalanan seperti ini lebih sedikit yang ikut lebih baik, kenapa? Mungkin karena nggak ribet ngaturnya, apalagi ini panitianya cuma aku seorang -_-. Dua orang adalah jumlah yang ideal dan empat orang untuk jumlah maksimalnya. Lebih dari itu mending pakai jasa travel saja deh. Rencananya kami berangkat tanggal 27 April 2012. Awalnya kami akan menggunakan kereta api, kebetulan waktu itu ada jalur baru dari Malang langsung ke Yogya, tapi sayang ternyata itu kereta api eksekutif yang harga tiketnya di atas seratus ribu. Keuntungannya bagi yang pertamakali ke Yogya dan ada uang lebih, bisa naik kereta ini, keretanya berhenti langsung di Stasiun Tugu Yogya yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari Jl Malioboro, Jl Sosrowijayan dan tempat lainnya, kekurangannya sampai di Yogya sudah terlalu malam. Akhirnya kami coba yang kelas ekonomi, murah sih cuma sekitar tigapuluh ribu sudah sampai Yogya tapi yaitu agak ribet dan lama. Kami berangkat dulu dari stasiun kota baru Malang ke Surabya, dari Surabaya kami nunggu kereta dari Banyuwangi yang menuju Yogya dan sampai Yogya sudah malam. Itupun kami harus naik angkutan lagi ke daerah Malioboro (pusat penginapan murah dan strategis Yogya di daerah sini) karena untuk kereta ekonomi yang masuk Yogya memang berhenti di Stasiun Lempuyangan yang lumayan jauh dari daerah Malioboro. Atau naik bus biasa (sistem oper) naik bus AKDP jurusan Malang - SBY, sampai Bungurasih pindah bus AKAP jurusan Yogya, pilihannya sih antara Mira, Akaz sama Sumber Kencono (... :I) atau Eka (Patas SBY - Yogya), setelah dihitung - hitung dengan biaya lain yang mungkin dikeluarkan kalau pake cara ini ternyata jatuhnya nggak jauh beda sama naik bus malam langsung Malang - Yogya (ditambah keuntungan lainnya juga sih).
    Kami pun memutuskan untuk menggunakan bus malam saja -_- dengan harga Rp 70.000,00 sekali jalan dan dapat makan malam, praktis, cepat, aman, nyaman hehehehe... waktu itu kami pakai armada Zena berangkat pukul 19.30 malam dari Terminal Arjosari dan sampai pukul 04.00 pagi di Terminal Giwangan Yogyakarta. Nah untuk Terminal Giwangan sendiri aku baru mencari profilnya sehari sebelum keberangkatan, kami cukup senang dengan profil Terminal ini mengingat kami akan sampai pagi - pagi sekali, terminal ini lumayan memberikan kenyamanan. Buka 24 jam non stop (tulisannya sih) ada kamar mandi umum, Musholla, ruang tunggu yang nyaman dengan TV layar lebar di lantai dua juga kantin. Terminal ini merupakan Terminal bus tipe A terbesar di Indonesia. (klik http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-article/getting-there-and-around/terminal-giwangan/ )


Teman seperjalananku nih biar nggak fiktif terus dari tadi :D



      Untuk transportasi selama di Yogya, kami nggak perlu repot dan takut nyasar, di sana sudah ada Bus Trans Yogya (selanjutnya disingkat BTY), ya sama dengan Bus Way kalau di Jakarta (sepertinya lebih tertib BTY). BTY memiliki beberapa trayek yang menghubungkan tempat - tempat di Yogya. Beberapa trayek BTY  (Klik http://id.wikipedia.org/wiki/Trans_Jogja ). Untuk masalah trayek, kita nggak usah bingung, tanya saja sama petugas di tiap pemberhentian, mereka umumnya ramah - ramah, siap membantu dan terpercaya :). Tiketnya murah sekali cuma Rp. 3000,00 kita bisa keliling Yogya :D.

 
Nih penampakannya...


 
Narsis pamer tiket yang hanya sesaat menjadi hak milik... :(


        Mencari hotel di kawasan Malioboro itu susah - susah gampang, apalagi kalau memesan untuk weekend. Aku memesan hotel via telephone dua hari sebelumnya, tepatnya aku memesan satu kamar standart di Hotel Merbabu (Yang mau kartu namanya minta aja, aku punya banyak :D). Umumnya hotel - hotel kelas melati di daerah Jl Malioboro untuk masalah pembayaran dilakukan pas check in dan nggak perlu transfer uang muka. Harganya cukup terjangkau untuk menginap sehari semalam. Seperti tarif di Hotel Merbabu untuk kamar biasa isi dua orang Rp 150.000/ malam (ini tarif termurah alias standart  Hotel Merbabu, dibagi dua orang tinggal separuhnya :D) dan kalau mau tambah ekstra bed cukup menambah Rp 70.000 include dengan sarapan pagi di Hotel, (Hotel yang menawarkan tarif di bawah Rp 150.000,00 biasanya kamar mandinya di luar alias umum bareng tamu lainnya). Fasilitas untuk kamar yang standart Hotel di daerah Jl Malioboro sudah lumayan kok, ada bed untuk berdua, kipas angin gantung, televisi, sarapan pagi dan kamar mandi dalam. Untuk lokasi, hotel - hotel ini benar - benar strategis, Jl Sosrowijayan sendiri adalah jaIan kecil yang berada di Jl Malioboro, tepatnya pertigaan pertama yang berada disisi kanan dari arah timur Jl Malioboro. Setelah masuk, kira - kira 200 meter belok lagi ke kiri, nah Hotel Merbabu ini ada di gang pertama. Tapi jangan salah, meskipun letaknya masuk jalan sempit, tapi hotel - hotel melati di daerah ini bersih dan nggak pengap, maklumlah selain persaingan dalam bisnis perhotelan yang ketat :P hotel - hotel di daerah ini juga menjadi langganan turis asing (ternyata bule juga suka cari hotel murah) jadi pengelolanya benar - benar menjaga kebersihan hotel.

 
Suasana Jl Sosrowijayan dan Hotel Merbabu


      Sepanjang jalan ini dipenuhi dengan Hotel dan Losmen, penyewaan sepeda motor, sepeda angin hingga mobil, pusat informasi, rumah makan, laundry, minimarket 24 jam, warnet, wartel, angkringan, pusat oleh - oleh pokoknya lengkap, mirip sekali dengan Poppies land di daerah Kuta Bali (rencana selanjutnya)... :D

 
Nih penampakan kamar hotel (setelah ditiduri :P)...



Kamar mandinya (setelah dipakai mandi :P)...

       Hotel menyediakan juga Tourism Map gratis (Ambil yang banyak :D) Untuk mempermudah perjalanan selanjutnya. Sebenarnya banyak hotel melati ataupun losmen yang lebih murah lagi, tapi untuk kenyamanan, keamanan, kebaikan dan kestrategisan (apalagi buat cewek) mending pilih yang standart saja, soalnya daerah ini dekat dengan tempat lokalisasi pasar kembang alias sarkem, jadi kadang kalau ambil hotel atau losmen yang harganya di bawah Rp 50.000 beresiko tinggi bersinggungan dengan aktifitas mereka, nah... :P (nggak mau kan enak - enak tidur tiba - tiba dengar suara aneh tetangga sebelah :P) sekali lagi itu pilihan sih, tergantung individu masing - masing menganggapnya masalah atau tidak (atau malah menganggapnya hiburan tersendiri :P). Beberapa alamat hotel melati (yang aku sarankan), sumber ini valid aku dapat dari browsing.


 
1. Hotel Merbabu -> Jl Sosrowijayan GT I/32, Yogyakarta, (0274) 551421



2. Hotel Oryza -> Jl Sosrowijayan No. 49-51, Yogyakarta, (0274) 512495


3. Hotel Karunia -> Jl Sosrowijayan No. 78, Yogyakarta, (0274) 565057


      Segini dulu deh ceritanya... (capek ngetik sebenarnya :D) yang kutulis ini masih 20% dari total yang mau aku share tentang perjalanan ke Yogyakarta, jadi tenang saja masih banyak bahan bacaan... :D

Minggu, 25 November 2012

JAWA TIMUR FOLKTALE III

Keruntuhan Singhasari

      Jayakatwang anak dari Kertajaya Raja Kediri, sesungguhnnya menyimpan dendam. Diam-diam ia menyusun strategi untuk merebut kembali kejayaan Kediri. Ia pun mengutarakan niatnya kepada seorang Akuwu di Madura, yaitu Arya Wiraraja. Arya Wiraraja menyetujui dan menyarankan Jayakatwang membagi pasukan menjadi dua. Satu pasukan kecil menyerang dari utara, satu pasukan besar menyerang lewat selatan. Sehingga Kertanegara terkecoh.
        Diluar perkiraan, perkawinan politik Dyah Lembu Tal tidak sesuai rencana. Ia batal menjadi permaisuri di Kerajaan Sunda. Karena suaminya Rakeyan Jayadarma meninggal sebelum naik tahta. Akhirnya ia dan putranya Raden Wijaya pulang kembali ke Singhasari. Di sini ia dinikahkan dengan empat orang putri Kertanegara. Pesta besar digelar di istana. Tapi kemeriahan pesta pernikahan berubah menjadi kekalutan ketika seorang telik sandi mengabarkan ada penyerangan oleh pasukan Kediri yang dipimpin Jayakatwang dari arah utara. Seketika Kertanegara menghentikan pesta dan mulai mempersiapkan perlawanan dari serangan yang tiba-tiba ini. Mahapatih Singhasari waktu itu memerintahkan pasukan untuk menyerbu ke gerbang utara, tetapi hal ini sempat ditentang oleh salah seorang Patih dan mengusulkan pasukan dibagi tiga ke gerbang utara, selatan dan pertahanan di pusat kota. Tetapi Mahapatih menolak karena menganggap serangan Jayakatwang akan mudah ditumbangkan. Karena Mahapatih sudah danggap paling berpengalaman, akhirnya pasukan dibawa ke gerbang utara. Apa yang terjadi, Setelah pasukan meninggalkan kota, pasukan Jayakatwang dari arah selatan dengan leluasa memporakporandakan Singhasari. Membunuh Kertanegara dan bergabung ke utara untuk mengalahkan pasukan Singhasari yang kalah mental saat mengetahui rajanya mati dan istana sudah diduduki. Raden Wijaya yang kala itu memimpin ke utara berhasil meloloskan diri bersama sekitar duabelas pasukannya yang tersisa. Ia lari dari kejaran sampai menyebrang ke Madura. Di Madura, ia meminta perlindungan kepada Arya Wiraraja. Arya Wiraraja menyanggupinya dan membujuk Jayakatwang agar melepaskan Raden Wijaya. Karena Arya Wiraraja yang meminta, Jayakatwang pun mau. Akhirnya Raden Wijaya kembali ke Singhasari dan berkumpul dengan para istrinya. Ia kemudian diberi sebuah lahan untuk dibuka, lahan tersebut masih berupa hutan dan berada di daerah Trowulan - Mojokerto.
       Disaat membuka hutan itulah para pekerja yang kehausan menemukan sebuah pohon yang memiliki buah yang terlihat menyegarkan. Karena banyak pohon yang seperti itu, akhirnya para pekerja itu mengumpulkan buahnya dan mempersembahkan kepada Raden Wijaya. Saat dimakan ternyata buah itu berasa pahit. Dan jadilah buah itu diberi nama Maja karena rasanya pahit melilit. Dan tempat baru itu diberi nama Majapahit. Kemudian diangkatlah Raden Wijaya sebagai akuwu di daerah itu. Banyak rakyat Singhasari yang loyal kepada Kertanegara pindah ke Majapahit.


Kedatangan Tentara Mongol

          Selama kejadian itu brlangsung, tentara Mongol yang akan menyerang Singhasari masih dalam perjalanan lewat laut, perjalanan ini memakan waktu tahunan karena hanya mengandalkan layar. Mereka akhirnya tiba di kepulauan Indonesia. Singgah di Belitung dan kemudian menyusuri pantai utara Jawa dan sampai di Surabaya. Raden Wijaya yang mengetahui kedatangan tentara Mongol langsung menyambut mereka dengan hangat, dan bertanya,"Apakah tuan-tuan datang kemari untuk menyerang Kertanegara yang angkara itu? Sesungguhnya saya bisa mengantarkan tuan-tuan sekalian ke istanannya di Singhasari, karena saya sebenarnya juga merencanakan sebuah pemberontakan kepadanya. Tuan-tuan boleh singgah di daerah saya dan menyusun strategi".  Karena tidak tahu apa-apa tentara-tentara Mongol itupun mau saja. Raden Wijaya dan pasukannya membawa orang-orang Mongol yang tidak pernah tahu wajah Kertanegara kepada Jayakatwang, dan mengatakan bahwa Jayakatwang adalah Kertanegara.
         Jayakatwang akhirnya tewas dalam serangan membabi buta ini, pasukan Mongol yang senang karena telah berhasil membunuh orang yang dikiranya Kertanegara, mengadakan pesta di istana, mereka tenggelam dalam euforia kemenangan. Raden Wijaya dan pasukannya tak ikut pesta, dengan alasan akan mengambil upeti untuk raja baru ia kembali ke Majapahit dan diikuti oleh 200 orang pasukan Mongol yang setengah sadar karena arak. Ditengah perjalanan 200 pasukan Mongol itu dibinasakan dengan mudah. Lalu Raden Wijaya kembali ke Majapahit untuk membawa lebih banyak pasukan dan membumihanguskan pasukan Mongol yang tertidur lelap karena arak dan tak menyangka akan serangan Raden Wijaya. Hanya sedikit di antara mereka yang berhasil selamat dan pulang ke China. Demikanlah Raden Wijaya berhasil memanfaatkan pasukan Mongol untuk merebut kembali kerajaan Ken Arok. Kemudian Raden Wijaya mendirikan sebuah kerajaan baru di Majapahit. Dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardana ia naik tahta.

Jumat, 23 November 2012

JAWA TIMUR FOLKTALE II

Kutukan Mpu Gandring

          Setelah menjadi akuwu, Ken Arok yang memang tidak pernah puas dengan kekuasaan kemudian meluaskan daerah Tumapel (milik Kediri) ke timur Gunung Kawi dengan menyerbu kerajaan Janggala (salah satu kerajaan Airlangga selain Daha) yang meliputi pesisir utara dari Surabaya ke Pasuruhan. Sementara di pusat kerajaan Kediri tengah terjadi perselisihan antara raja Kertajaya dengan para Brahmana. Melihat situasi ini Ken Arok mencari celah dengan mendukung para Brahmana. Sehingga banyak di antara mereka pergi dari Kediri ke Tumapel untuk mencari perlindungan kepada Ken Arok. Melihat gelagat yang kurang baik, Kertajaya risih dan menganggap Ken Arok berpihak pada pemberontak. Akhirnya Kertajaya menyerang Tumapel. Pertarungan terjadi berhari-hari di daerah Pujon, hingga akhirnya Ken Arok menang! Kertajaya tewas, Kerajaan Kediri hancur binasa. Ken Arok pun memproklamirkan sebuah kerajaan baru yaitu kerajaan Singhasari.

Kerajaan Singhasari

          Bergelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi Ken Arok naik tahta. Sedangkan Kediri berubah menjadi daerah bawahan dengan Jayakatwang (anak Kertajaya) sebagai akuwu. Selain menikahi Ken Dedes sebagai permaisuri Ken Arok juga memiliki selir yaitu Ken Umang. Anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung ialah Anusapati. Anak Ken Dedes dengan Ken Arok ialah Mahisa Wongateleng. Anak Ken Arok dari selir ialah Tohjaya. Dalam kerajaan dahulu kala, raja, permaisuri, para mentri, penasihat dan para selir memiliki purinya masing-masing. Dan anak-anak raja baik dari permaisuri ataupun selir, akan tinggal di puri ibunya masing-masing. Sehingga Anusapati dan keturunannya tinggal dalam satu puri dengan Mahisa Wongateleng dan keturunannya, karena mereka berasal dari satu ibu. Sedangkan Tohjaya yang berlainan ibu, tinggal di puri lain bersama ibunya, Ken Umang. 
       Setelah besar, Anusapati mulai menguak kembali pembunuhan terhedap ayah kandungnya, Tunggul Ametung. Ia tidak puas atas penjelasan ibunya yang terkesan menutupi sesuatu (Ken Dedes mengetahui pembunuh Tunggul Ametung yang sebenarnya adalah Ken Arok setelah  tujuh tahun kemudian) karena terus didesak, akhirnya Ken Dedes mengatakannya. Anusapati marah luar biasa. Tanpa sepengetahuan Ken Dedes ia mengambil keris Mpu Gandring yang disimpan Ken Dedes. Ia mencari cara untuk membunuh Ken Arok. Lalu ia menyuruh seorang pegawai kerajaan untuk membunuh Ken Arok saat acara makan siang selesai. Dengan iming-iming jabatan, pegawai itupun membunuh Ken Arok dengan keris Mpu Gandring. Setelah menjalankan misinya, pengawal itupun dibunuh pula dengan keris tersebut oleh Anusapati.
            Setelah Ken Arok tewas, Anusapati naik tahta. Tetapi kejahatan balas dendam dari keris itu juga yang menewaskannya. Giliran Tohjaya anak Ken Arok dengan selir yang mengetahui rahasia pembunuhan ayahnya, menyusun tipu muslihat untuk membalas dendam. Ia mengadakan sebuah pesta di puri ibunya, dan mengundang pula Anusapati. Dan di dalam pengaruh arak, Anusapati tewas ditikam keris Mpu Gandring yang selama ini ada dipinggangnya. Tohjaya naik tahta sebagai anak dari selir. Waktu itu anak-anak raja dari garis permaisuri menentang kenaikannya menjadi raja. Karena masih ada Ranggawuni anak Anusapati, cucu Ken Dedes yang lebih berhak naik tahta. Apalagi setelah diketahui siapa dalang dibalik kematian Anusapati. Akhirnya Ranggawuni bersama dengan sepupu tirinnya Mahisa Cempaka anak Mahisa Wongateleng melakukan pemberontakan.
         Tohjaya tewas oleh keris Mpu Gandring. Ranggawuni naik tahta. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh Mahisa Cempaka. Begitu rukunnya dua sepupu tiri ini hingga diibaratkan seperti Wisnu dan Indra. Ranggawuni menikahi Waninghiun anak Mahisa Wongateleng, saudara kandung Mahisa Cempaka. Pernikahan inilah yang akhirnya menyatukan keturunan Tunggul Ametung dan Ken Arok, sehingga menghapuskan dendam dalam keluarga. Ranggawuni memiliki anak bernama Kertanegara. Kertanegara menggantikan Ranggawuni sebagai raja, dan ia memiliki empat orang putri. Sedangkan Mahisa Cempaka memiliki anak perempuan bernama Dyah Lembu Tal. Dyah Lembu Tal kawin dengan putra mahkota kerajaan Sunda bernama Rakeyan Jayadarma dan memiliki seorang putra yaitu Raden Wijaya.


Pemerintahan Kertanegara

          Singhasari mencapai puncak kejayaan pada saat pemerintahan Kertanegara. Memiliki armada yang kuat Singhasari melakukan ekspedisi pamalayu guna menghalau kekaisaran Mongol yang akan menundukkan Asia Tenggara. Dengan perhitungan bila dapat menakhlukan sipelindung (Singhasari) pasti bisa dengan mudah untuk menguasai yang lainnya (Asia Tenggara), kaisar Mongol (Kubhilai Khan) mengirim utusannya ke Singhasari untuk memerintahkan Kertanegara tunduk terhadap kaisar Mongol. Dengan penuh amarah Kertanegara memutilasi telinga utusan tersebut sebagai jawabannya. Utusan itu pun kembali ke China. Kubhilai Khan murka atas penghinaan Kertanegara dan menyusun strategi untuk menyerbu Singhasari.

Kamis, 22 November 2012

JAWA TIMUR FOLKTALE I

Ken Dedes
         
        Diceritakan dari kerajaan Kediri, di sana terdapat sebuah kota kecil bernama Tumapel yang dipimpin oleh seorang akuwu bernama Tunggul Ametung. Pada suatu saat sang akuwu mendengar bahwa di desa Polowijen ada seorang gadis cantik bernama Ken Dedes, ia berniat untuk menjadikannya istri. Maka berangkatlah ia dengan para pengawalnya untuk melamar ke rumah si gadis. Sesampainya di sana, ternyata ayah si gadis yang seorang pendeta Budha tengah bersemadi, sehingga si gadis menyuruhnya pulang dan melamarnya saat ayahnya sudah kembali dari bersemadi, tetapi Tunggul Ametung yang tidak sabar menjadi gelap mata dan membawa si gadis ke Tumapel secara paksa lalu menikahinya. Setelah mengetahui anaknya di bawa paksa, sang ayah yang bernama Mpu Parwa sangat marah hingga ia mengutuk Tunggul Ametung.

Ken Arok

         Tersebutlah nama sebuah desa di lereng gunung Kawi, yaitu desa Pangkur. Di sanalah Ken Arok terlahir sebagai anak yang tidak diinginkan dari hubungan terlarang antara Brahma Gajah Para dan Ken Ndok. Karena malu, ibunya membuangnya di sebuah kuburan, dan akhirnya ia ditemukan oleh seorang pencuri yang bernama Lembong. Setelah besar Ken Arok menjadi berandalan yang suka mencuri dan berjudi. Lembong akhirnya mengusirnya karena semua harta bendanya habis dipakai berjudi oleh Ken Arok. Akhirnya ia menggelandang dan diangkat anak oleh seorang bandar judi bernama Bango Samparan, hidupnya pun terjamin. Tetapi ia tidak betah tinggal dengan ibu dan saudara-saudara angkatnya, lalu ia pun pergi tanpa sepengetahuan Bango Samparan. Setelah kembali menggelandang ia berkenalan dan bersahabat dengan Tita, seorang anak camat desa Siganggeng yang sama berandalnya. 
        Kemudian bersama Tita inilah ia mendapatkan ilmu menulis dan membaca di sebuah sanggar. Tetapi lagi-lagi Ken Arok berbuat ulah, ia merenggut kehormatan anak gadis pemilik sanggar yang bernama Janggan. Lalu ia diusir dari desa tersebut, Tita ikut dengnnya, mereka berdua menjadi pembuat onar yang membuat keresahan. Akhirnya berita tentang Ken Arok didengar oleh Tunggul Ametung, ia memerintahkan penangkapan Ken Arok. Tetapi karena kecerdikannya ia berhasil lolos.
      Dalam pelarian ia bertemu dengan seorang pendeta dari India yang bernama Lohgawe. Kemudian ia menjadi muridnya dan berhenti menjadi pencuri. Lohgawe adalah seorang pendeta Hindu yang berpengaruh di Tumapel, Tunggul Ametung segan terhadapnya. Suatu ketika saat Tunggul Ametung membutuhkan pengawal, Lohgawe menyuruh Ken Arok untuk mengajukan diri. Atas saran Lohgawe, Ken Arok diterima menjadi pengawal dan bertugas menjaga pintu gerbang.


Pertemuan Ken Dedes dan Ken Arok

        Karena menjadi pengawal yang bertugas menjaga pintu gerbang, Ken Arok jadi sering bertemu dengan Ken Dedes. Suatu ketika saat Ken Dedes pulang dari tempat pemandiannya di Watugede, kainnya tak sengaja tersingkap saat turun dari kereta. Meskipun hanya sekilas, mata jeli Ken Arok sempat melihatnya. Ada sesuatu yang aneh saat ia melihat 'rahasianya' Ken Dedes, bukan pemandangan yang biasa, tetapi ia melihat seberkas sinar. Ken Arok pun penasaran kenapa bisa begitu, maka ia pun bertanya kepada Lohgawe. Pendeta itupun menjelaskan, wanita yang daerah 'rahasianya' bersinar menandakan ia adalah wanita yang mendatangkan derajat dan kekuasaan, kelak dari rahimnya lahirlah orang-orang besar, wanita seperti itulah yang disebut Ardhanaresvaryai, wanita utama.
          Mengetahui hal itu Ken Arok yang berambisi besar langsung berniat jahat, sisi gelapnya muncul kembali menguasainya, ia menginginkan kekuasaan itu. Lalu ia menemui Mpu Gandring dan memintanya membuatkan sebuah keris sakti untuk membunuh Tunggul Ametung, Mpu Gandring menyanggupi ia akan mnyelesaikannya dalam waktu satu tahun. Tetapi karena Ken Arok tidak sabar lagi untuk menjalankan niatnya,  lima bulan kemudian Ken Arok sudah meminta kerisnya, Mpu Gandring menolak karena keris itu belum selsai, Ken Arok tidak perduli lagi, waktu satu tahun terasa begitu lama baginya. Maka dengan paksa ia mengambil keris tersebut. Mpu Gandring yang berusaha menghalanginya pun di bunuh. Sebelum meninggal Mpu Gandring mengatakan pada Ken Arok bahwa keris itu akan memakan tumbal tujuh nyawa termsuk Ken Arok sendiri, Ken Arok tak perduli dan pergi membawa kerisnya yang masih setengah jadi, dan tentunya tanpa perlu lagi memberikan bayaran.


Kutukan Mpu Gandring

         Di tumapel ia meminjamkannya kepada temannya sesama pengawal bernama Kebo Ijo. Kebo Ijo dikenal sebagai orang yang bermulut besar dan suka pamer. Ia memamerkan keris sakti itu kepada semua orang yang dijumpainya dan mengakui bahwa itu adalah keris miliknya. Pada malam harinya Ken Arok mengambilnya kembali secara diam-diam saat Kebo Ijo tidur.
        Dengan mudah Ken Arok menyelinap ke peraduan tuannya, membunuhnya saat ia tertidur lelap bersama Ken Dedes, dengan keris ia biarkan tetap tertancap di tubuhnya. Keesokan harinya Tumapel gempar, Ken Dedes menjerit saat mengetahui suaminya dibunuh disampingnya. Dan semua orang pun tahu siapa pelakunya. Ken arok muncul bak pahlawan, menenangkan keadaan, membunuh Kebo Ijo dengan keris mpu gandring dan menikahi janda Tunggul Ametung yang saat itu sedang mengandung tiga bulan. Ia pun akhirnya diangkat sebagai akuwu baru di Tumapel.

Rabu, 21 November 2012

SEJARAH KABUPATEN JEMBER

Gambaran Umum
    
      Pada masa 1900-an daerah Jember bukanlah sebuah kota, melainkan bagian dari Bondowoso yang dijadikan daerah perkebunan dan irigasi oleh Belanda. Jember sendiri sebenarnya bukan daerah pemukiman, sehingga saat ini, nyaris tidak ada penduduk Jember yang asli Jember. Kebanyakan dari mereka adalah imigran dari Madura (Sumenep, Pamekasan dll) dan Jawa pedalaman (Tulungagung, Blitar, Trenggalek, Madiun dan sekitarnya) yang dipekerjakan di perkebunan oleh Belanda. Apalagi semenjak dibukanya jalur kereta api Surabaya - Jember - Banyuwangi semakin banyaklah pendatang dari daerah-daerah tersebut mencari kehidupan dan harapan baru di daerah yang menjanjikan ini. Baik di perkebunan maupun di jawatan kereta api. Contohnya kakek buyut saya yang asli Tulungagung dipindahkan oleh pemerintahan Hindia Belanda bersama semua keluarganya untuk bekerja di stasiun Tanggul daerah Jember Barat. Jadi bisa dimaklumi kenapa Jember tidak memiliki kesenian yang khas seperti Reog, Kuda Lumping dan lainnya.

Sebutan Jember

        Banyak istilah tentang nama Jember. Ada yang mengartikan Jember berasal dari kata Jembrek (becek). Ada juga Jember dari bahasa Jawa alus yang artinya kotor, ini berkaitan dengan kisah salah satu Putri Raja Brawijaya (Raja Majapahit) yang bernama Endang Retnawati, juga ada yang mengkaitkan dengan nama seorang Putri kerajaan di Jember Selatan yang bernama Putri Jembarsari, dan ada juga yang menganggapnya berasal dari kata jembar (luas). Hmm... Banyak sekali versi, dan saya juga tidak tahu yang mana yang benar. Jadi saya ambil satu kisah yang terakhir.

Jembar (Jawa), Jembher (Madura), Jember

        Telah kita ketahui bahwa daerah Jember saat ini dihuni oleh dua suku mayoritas, yaitu Jawa dan Madura. Suku Jawa kebanyakan bermukim di daerah selatan yang merupakan dataran rendah dekat pantai sedangkan suku madura kebanyakan bermukim di daerah utara yang merupakan daerah pegunungan dari rangkaian pegunungan hiyang dengan puncaknya Gunung Argopura, Ijen, Raung yang kesemuanya masih aktif. Kedua suku ini justru bertemu di sepanjang bagian barat tengah dan timur Jember. Sehingga terjadi percampuran bahasa yang memunculkan logat dan istilah khas Jember. Jadi bukan hal yang aneh bila masyarakat daerah barat, tengah & timur Jember bisa menguasai dua bahasa daerah sekaligus. Saya sendiri bermukim di daerah Jember Barat hehehe... :D
       Kisah ini bermula ketika imigran dari Jawa & Madura bertemu pada satu titik. Lalu (katanya) si orang Jawa bilang, "Nang kene ae lemahe sek jembar" dan si Madura bilang, "Eh dinak beih tanahna gik jembher", (dengan penekanan di huruf 'b') jadi bila digabung muncullah istilah Jember yang sudah tidak mengalami penekanan di huruf 'b' lagi wkwkwk... :D
        Hingga pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan pada tanggal 9 Agustus 1928 tentang dipisahkannya daerah Jember dari bagian Bondowoso dan mulai aktif secara sah sesuai hukum pada 1 Januari 1929 Kabupaten Jember lahir dengan bupatinya yang pertama yaitu Bapak Noto Hadinegoro (yang namanya diabadikan sebagai nama Lapangan Terbang Noto Hadinegoro), yang saat ini baru melayani penerbangan Jember-Surabaya PP. Walaupun secara sistematis saya bukan orang asli Jember tapi saya sangat bangga dan mencintai Jember hehehe... :D