Rabu, 21 November 2012

SEJARAH KABUPATEN JEMBER

Gambaran Umum
    
      Pada masa 1900-an daerah Jember bukanlah sebuah kota, melainkan bagian dari Bondowoso yang dijadikan daerah perkebunan dan irigasi oleh Belanda. Jember sendiri sebenarnya bukan daerah pemukiman, sehingga saat ini, nyaris tidak ada penduduk Jember yang asli Jember. Kebanyakan dari mereka adalah imigran dari Madura (Sumenep, Pamekasan dll) dan Jawa pedalaman (Tulungagung, Blitar, Trenggalek, Madiun dan sekitarnya) yang dipekerjakan di perkebunan oleh Belanda. Apalagi semenjak dibukanya jalur kereta api Surabaya - Jember - Banyuwangi semakin banyaklah pendatang dari daerah-daerah tersebut mencari kehidupan dan harapan baru di daerah yang menjanjikan ini. Baik di perkebunan maupun di jawatan kereta api. Contohnya kakek buyut saya yang asli Tulungagung dipindahkan oleh pemerintahan Hindia Belanda bersama semua keluarganya untuk bekerja di stasiun Tanggul daerah Jember Barat. Jadi bisa dimaklumi kenapa Jember tidak memiliki kesenian yang khas seperti Reog, Kuda Lumping dan lainnya.

Sebutan Jember

        Banyak istilah tentang nama Jember. Ada yang mengartikan Jember berasal dari kata Jembrek (becek). Ada juga Jember dari bahasa Jawa alus yang artinya kotor, ini berkaitan dengan kisah salah satu Putri Raja Brawijaya (Raja Majapahit) yang bernama Endang Retnawati, juga ada yang mengkaitkan dengan nama seorang Putri kerajaan di Jember Selatan yang bernama Putri Jembarsari, dan ada juga yang menganggapnya berasal dari kata jembar (luas). Hmm... Banyak sekali versi, dan saya juga tidak tahu yang mana yang benar. Jadi saya ambil satu kisah yang terakhir.

Jembar (Jawa), Jembher (Madura), Jember

        Telah kita ketahui bahwa daerah Jember saat ini dihuni oleh dua suku mayoritas, yaitu Jawa dan Madura. Suku Jawa kebanyakan bermukim di daerah selatan yang merupakan dataran rendah dekat pantai sedangkan suku madura kebanyakan bermukim di daerah utara yang merupakan daerah pegunungan dari rangkaian pegunungan hiyang dengan puncaknya Gunung Argopura, Ijen, Raung yang kesemuanya masih aktif. Kedua suku ini justru bertemu di sepanjang bagian barat tengah dan timur Jember. Sehingga terjadi percampuran bahasa yang memunculkan logat dan istilah khas Jember. Jadi bukan hal yang aneh bila masyarakat daerah barat, tengah & timur Jember bisa menguasai dua bahasa daerah sekaligus. Saya sendiri bermukim di daerah Jember Barat hehehe... :D
       Kisah ini bermula ketika imigran dari Jawa & Madura bertemu pada satu titik. Lalu (katanya) si orang Jawa bilang, "Nang kene ae lemahe sek jembar" dan si Madura bilang, "Eh dinak beih tanahna gik jembher", (dengan penekanan di huruf 'b') jadi bila digabung muncullah istilah Jember yang sudah tidak mengalami penekanan di huruf 'b' lagi wkwkwk... :D
        Hingga pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan pada tanggal 9 Agustus 1928 tentang dipisahkannya daerah Jember dari bagian Bondowoso dan mulai aktif secara sah sesuai hukum pada 1 Januari 1929 Kabupaten Jember lahir dengan bupatinya yang pertama yaitu Bapak Noto Hadinegoro (yang namanya diabadikan sebagai nama Lapangan Terbang Noto Hadinegoro), yang saat ini baru melayani penerbangan Jember-Surabaya PP. Walaupun secara sistematis saya bukan orang asli Jember tapi saya sangat bangga dan mencintai Jember hehehe... :D

2 komentar:

  1. hahaha...bisa juga neh ya,kalau terjadinya kecamatan ambulu MUNGKIN:
    ketika imigran dari Jawa & Madura bertemu pada satu titik, si madura bilang"Ambulu...(Ambulu=Ambu Gelu artinya istirahat dulu) yang jawa mengira begini,"oowh, dadi daerah iki jenenge ambulu thow"
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihihihihiiii........ Dulu juga sempet kepikiran sama nama Ambulu... Aku pikir juga itu singkatan dari Ambu gelu.. ternyata beneran nih..??? :D :D

      (Makasih sudah mampir di Blog.. Salam kenal... :)

      Hapus