Kita sebagai bangsa Indonesia tentu sering melihat dan sangat
mengenal gambar di bawah ini. Namun apakah kita benar-benar mengenal
gambar tersebut? Jika ditanya itu gambar apa, tentu kita bisa
menjawabnya. Namun apakah kita bisa menjawab dengan benar apa nama
gambar itu? Siapa perancang gambar itu? Bisakah anda menjelaskan secara
detail lambang-lambang yang terkandung di dalamnya? Marilah kita mulai
satu per satu.
Sekilas
Gambar dibawah merupakan lambang negara Indonesia. Lambang negara berupa seekor Burung Garuda berwarna emas berkalungkan perisai yang di dalamnya bergambar simbol-simbol Pancasila, dan mencengkeram seutas pita putih yang bertuliskan “BHINNEKA TUNGGAL IKA”. Sesuai dengan desainnya, lambang tersebut bernama resmi Garuda Pancasila. Garuda merupakan nama burung itu sendiri, sedangkan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang disimbolkan dalam gambar-gambar di dalam perisai yang dikalungkan itu. Nama resmi Garuda Pancasila yang tercantum dalam Pasal 36A, UUD 1945.
Sejarah
Sultan Hamid II, perancangan lambang negara dimulai pada Desember 1949, beberapa hari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 10 Januari 1950, dibentuklah Panitia Lencana Negara
yang bertugas menyeleksi usulan lambang negara. Dari berbagai usul
lambang negara yang diajukan ke panitia tersebut, rancangan karya Sultan Hamid II lah yang diterima. Sultan Hamid II (1913–1978) yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie merupakan sultan dari Kesultanan Pontianak yang pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada era Republik Indonesia Serikat.
Setelah disetujui, rancangan itupun disempurnakan sedikit demi sedikit atas usul Presiden Soekarno juga masukan berbagai organisasi lainnya, akhirnya pada bulan Maret
1950, jadilah lambang negara seperti yang kita kenal sekarang. Rancangan
final lambang negara itupun akhirnya secara resmi diperkenalkan ke
masyarakat dan mulai digunakan pada tanggal 17 Agustus 1950, kemudian disahkan
penggunaannya pada 17 Oktober 1951 oleh Presiden Soekarno didampingi Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo melalui PP 66/1951, sedangkan tata cara penggunaannya diatur melalui PP 43/1958.
Meskipun
telah disahkan penggunaannya sejak tahun 1951, tidak ada nama resmi
untuk lambang negara itu, sehingga muncul berbagai sebutan untuk lambang
negara itu, seperti Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang Negara, atau hanya sekedar Garuda. Nama Garuda Pancasila
baru disahkan secara resmi sebagai nama resmi lambang negara pada
tanggal 18 Agustus 2000 oleh MPR melalui amandemen kedua UUD 1945.
Makna dan Arti Lambang
Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai dan pita putih.
Burung Garuda
Burung
Garuda adalah seekor burung mitologis, setengah manusia setengah
burung, wahana Wisnu (biasa disebut Garuda Wisnu Kencana), burung mistis
yang berasal dari Mitologi Hindu yang muncul pada kitab
mahabharata berasal dari India, lebih tepatnya bagian pertama yaitu
Adiparwa. Ceritanya Garuda adalah anak dari Begawan Kasyapa. Begawan
Kasyapa memiliki dua istri, yaitu Sang Kadru dan Sang Winata. Setelah
sekian lama, mereka belum juga memiliki anak. Lalu Kasyapa memberikan 1000
telur pada Kadru dan 2 telur pada Winata. Telur milik Kadru menetas
menjadi 1000 ekor ular sakti, dan milik Winata belum. Karena Winata
merasa malu, lalu ia memecah satu telur tersebut. Keluarlah seekor
burung kecil yang belum sempurna bentuknya, cacat tak berkaki, diberi
nama Anaruh. Telur yang tinggal 1 itu dijaga baik-baik oleh Winata.
Suatu hari, Winata kalah bertaruh dengan Kadru karena kecurangan kadru
yang membuat Winata harus menjadi budak dan melayani Kadru beserta 1000
ekor ular. Dan telur Winata satunya pun akhirnya menetas menjadi Garuda.
Besar, gagah, bersinar, dan sakti. Untuk menolong ibunya, Kadru
menyuruh Garuda mengambil Amerta, air kehidupan milik dewa. Amerta
dijaga para dewa dan dikelilingi api yang menyala. Garuda pun melawan
para dewa dan menyembur dengan air laut untuk mematikan api tersebut.
Pesan ibunya, “bila menelan orang lehermu terasa panas, itu tandanya
Brahmana ikut termakan. Muntahkanlah, karena ia seperti ayahmu Begawan
Kasyapa. Kamu harus menghormatinya”. Berhasillah Sang Garuda merebut
Amerta. Lalu dibawanya ke Kadru untuk menyelamatkan ibunya. 1000 ular
sudah sangat senang melihat amerta dan Winata dibebaskan, tetapi Garuda
tak kehilangan akal. Dikibas-kibaskan sayapnya agar ular kotor, dan
pergi membersihkan badan dulu di sungai. Garuda pergi meninggalkan
tempat itu dan membawa Amerta kembali. Di perjalanan ia bertemu dengan
Dewa Wisnu, meminta untuk Amerta diserahkan kembali ke para dewa. Dan
Sang Garuda pun menjadi tunggangan Dewa Wisnu. Dari kisah tersebut kita
dapat mengetahui alasan mengapa burung Garuda menjadi lambang Negara
kita. Sosoknya yang rela berkorban mengeluarkan ibunya dari penderitaan,
diibaratkan seperti pemuda bangsa yang rela mati-matian mengusir
penjajah untuk menyelamatkan Ibu Pertiwi. Garuda seringkali dilukiskan
memiliki kepala, sayap, ekor dan moncong burung elang, dan tubuh, tangan
dan kaki seorang manusia. Mukanya putih, sayapnya merah, dan tubuhnya
berwarna keemasan. Burung Garuda sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada burung garuda melambangkan kemegahan atau kejayaan.
Pada burung garuda itu, jumlah bulu pada setiap sayap berjumlah 17,
kemudian bulu ekor berjumlah 8, bulu pada pangkal ekor atau di bawah
perisai 19 dan bulu leher berjumlah 45. Jumlah-jumlah bulu tersebut jika digabungkan menjadi 17-8-1945, merupakan tanggal di mana kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Perisai
Perisai yang dikalungkan melambangkan pertahanan Indonesia. Pada perisai mengandung lima buah simbol yang masing-masing simbol melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila. Bagian tengah terdapat simbol bintang bersudut lima yang melambangkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Lambang bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam melambangkan warna alam atau warna asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan
bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah
ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada. Di bagian kanan bawah
terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Rantai tersebut terdiri atas mata rantai berbentuk segi empat dan
lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran. Mata rantai segi
empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan.
Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia,
laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu
sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai. Di bagian kanan atas
terdapat gambar pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, Persatuan Indonesia.
Pohon beringin digunakan karena pohon beringin merupakan pohon yang
besar di mana banyak orang bisa berteduh di bawahnya, seperti halnya
semua rakyat Indonesia bisa “berteduh” di bawah naungan negara Indonesia.
Selain itu, pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke
mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama, seperti halnya
keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia. Kemudian, di sebelah kiri atas terdapat gambar kepala banteng yang melambangkan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan.
Lambang banteng digunakan karena banteng merupakan hewan sosial yang
suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu. Di sebelah kiri bawah terdapat padi dan kapas yang melambangkan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Padi dan kapas digunakan karena merupakan kebutuhan dasar setiap
manusia, yakni pangan dan sandang sebagai syarat utama untuk mencapai
kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila kelima ini.
Pada
perisai itu terdapat garis hitam tebal yang melintang di tengah-tengah
perisai. Garis itu melambangkan garis khatulistiwa yang melintang
melewati wilayah Indonesia. Warna merah dan putih yang menjadi latar pada perisai itu merupakan warna nasional Indonesia, yang juga merupakan warna pada bendera negara Indonesia. Warna merah melambangkan keberanian, sedangkan putih melambangkan kesucian.
Pita dan Semboyan Negara
Pada bagian bawah Garuda Pancasila terdapat pita putih yang dicengkeram dan bertuliskan “BHINNEKA TUNGGAL IKA” dengan huruf latin, sebagai semboyan negara Indonesia. Perkataan bhinneka tunggal ika
merupakan kata dalam Bahasa sansekerta, lengkapnya sesuai dalam kitab
sutasoma ialah: Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mang Rwa yang
berarti “Budha dan siwa adalah satu dalam hakekatnya yang paling dalam”. Perkataan itu diambil dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular,
seorang pujangga dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Kitab ini
sendiri ditulis berdasarkan peristiwa pada masa itu, di mana sempat
terjadi konflik antar agama (Hindu Siwa dan Budha). Kalimat inilah yang
diambil untuk melambangkan keadaan warga negara Indonesia, meskipun
berbeda suku, agama, adat, nilai, dsb tetap merupakan satu kesatuan
dalam naungan NKRI.
Meskipun berbeda dalam hal suku, agama,dsb, manusia tetaplah manusia dengan hakekatnya sebagai manusia :D
HUT NKRI KE 68, hidup veteran, hidup LVRI, MERDEKAAA...!!! \(^_^)/ Nih Bonus... :D
Bonus bukan mitos... :P
Lambang Negara2 lain yang menggunakan garuda sebagai simbol |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar